infoting

INFO PENTING UNTUK KALIAN

Rabu, 24 Oktober 2012

"Kantor Pos" Sel yang Memesona Juri Nobel


NatureIlustrasi reseptor terhubung protein G (GPCRs). Reseptor digambarkan berwarna biru, punya struktur spiral, keluar masuk membran sel sebanyak 7 kali.



Salah satu penelitian yang mencuri hati juri nobel tahun 2012 adalah penelitian tentang keluarga reseptor terhubung protein G (GPCRs). Riset itu menghantarkan penelitinya, Robert Lefkowitz dan Brian Kobilka dari Amerika Serikat, meraih Nobel Kimia 2012.

Apa gerangan reseptor terhubung protein G itu?

Reseptor ini kiranya bisa diumpamakan sebagai kantor pos tingkat sel. Reseptor akan menerima sinyal yang bisa diumpamakan sebagai surat dari luar sel, membantu menghantarkannya ke dalam sel atau ke penerima. 

Dalam menghantarkan, reseptor akan terhubung dengan protein G, yang kiranya bisa diibaratkan bagian kantor pos yang berkoordinasi dengan tukang pos. Proses penghantaran akan dilakukan oleh tukang pos, dalam sel disebut second messenger.

Secara umum, proses penghantaran bermula saat sinyal atau ligand diterima oleh GPCRs. Sinyal kemudian mengalami sedikit perubahan ketika diterima GPCRs yang berlanjut pada aktivasi protein G. Sinyal kemudian dihantarkan ke dalam sel.

Apa arti penting reseptor terhubung protein G hingga risetnya mendapatkan nobel?

Reseptor terhubung protein G adalah keluarga besar reseptor yang terdiri 1000 anggota di tubuh manusia. Keluarga besar reseptor itu mencakup reseptor untuk hormon adrenalin, cahaya, bau, suara dan separuh dari obat yang beredar saat ini.

Selama ini, organisasi kantor pos sel dan cara kerjanya itu bekerja masih misteri. Lefkowitz dan Kobilka berperan menguak misteri kerja kantor pos tersebut, sekaligus memperlihatkan rupanya dalam tiga dimensi. Riset ini bermanfaat bagi dunia kedokteran masa depan.

Riset 4 dekade

Upaya menguak misteri GPCRs itu tak mudah. Seperti diuraikan situs Nobel Prize, riset memakan waktu lebih dari 4 dekade. Lefkowitz memulai risetnya tahun 1968 dengan menggunakan radioaktif iodium dan hormon adrenokortikotropik yang merangsang produksi adrenalin. 

Lefkowitz mempelajari bagaimana hormon berhubungan dengan sel, mempengaruhi apa yang terjadi di dalam sel. Penggunaan radioaktif memungkinkannya melacak reseptor sehingga bisa diketahui fungsinya.

Lefkowitz kemudian mulai fokus bekerja pada reseptor hormon adrenalin dan noradrenalin, yang disebut reseptor beta adrenergik. Penelitian akhirnya berhasil menguak bagaimana reseptor itu bekerja. 

Pada tahun 1980, Kobilka bergabung dengan tim Lefkowitz. Penyelidikan mulai diarahkan pada gen yang mengkode reseptor beta adrenergik. Kobilka berhasil mengisolasi gen yang berperan mengkode reseptor itu.

Dari sana, struktur reseptor beta adrenergik akhirnya terungkap. Reseptor itu merupakan tujuh rantai spiral yang panjang disebut helices. Di membran sel, reseptor ini tersusun keluar masuk membran sel 7 kali.

Lefkowitz mengatakan, penemuan struktur itu menjadi momen eureka. Diketahui, reseptor pada retina mata, rhodopsin, juga punya struktur serupa beta adrenergik. Dalam penelitian lain, telah ditemukan pula protein yang yang disebut protein G.

Reseptor beta adrenergik dan rhodopsin diketahui berpasangan dengan protein G. Saat itu, diketahui pula ada 30 reseptor yang bekerja dengan protein G. Penemuan struktur keduanya menjadi awal penemuan keluarga reseptor terhubung protein G. 

Tahun 2011, Kobilka berhasil mencitrakan reseptor terhubung protein G dalam 3 dimensi saat berpasangan dengan protein G. Dalam citra itu, digambarkan adanya sinyal yang hendak ditransfer ke protein G.

Masa depan pengobatan

Penemuan keluarga reseptor terhubung protein G, cara kerja dan strukturnya sangat berdampak pada pengobatan masa depan. Pengetahuan ini akan menjadi dasar dalam perancangan obat-obatan.

Banyak obat tidak hanya berefek pada target tertentu tetapi juga pada reseptornya. Akhirnya, banyak obat yang dikenal saat ini memiliki efek samping, yang selanjutnya bisa berpotensi pada timbulnya penyakit lain. 

"Kita berharap dengan diketahuinya struktur 3 dimensi, kita dapat mengembangkan obat yang lebih selektif dan efektif," kata Kobilka sepertio dikutip New York Times, Rabu (10/10/2012).

Lefkowitz kini bekerja di Howard Hughes Medical Institute and Duke University Medical Center di Durham. Sementara Kobilka berkarya di Sekolah Kedokteran Stanford University di Stanford, Amerika Serikat.

sumber: Kompas.com

Sosiolog: Pendidikan Indonesia Monoton dan Menindas

Pendidikan di Indonesia masih monoton dan menindas. Hal tersebut dikemukakan oleh Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam B Prasodjo, dalam diskusi publik bertema "Nasionalisme & Masa Depan Pendidikan Kita" yang diadakan MAARIF Institute, di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (23/10/2012) malam.

Dosen Sosiologi UI itu menyatakan, para pengajar kita telah kehilangan ruh dalam mendidik anak bangsa. Pendidikan yang seharusnya menjadi pusat pengembangan sumber daya manusia, terlanjur masuk dalam sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada pengetahuan jangka pendek yang sifatnya hanya sementara.

"Pendidikan kita itu tak perlu detail. Ini dari dulu kita belajar teori bab per bab itu kan menindas. Membosankan. Para pengajar kita seharusnya lebih kreatif mengatur semua itu," ucap Imam.

Menyusul persiapan perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk tahun ajaran mendatang, dia menyampaikan metode pendidikan harus mengedepankan pembentukan karakter siswa. Jika metodologi yang digunakan sekarang dipertahankan, Imam yakin, pendidikan di Indonesia tak akan maju.

Imam memaparkan, fungsi pendidikan Indonesia perlu dikembalikan lagi. Seperti mengutip fungsi pendidikan yang diuraikan UNESCO, menurutnya, pendidikan di Indonesia harus mengedepankan fungsi learning to knowlearning to belearning to do, dan learning to live together.

"Pendidikan kita itu masih sangat elementer. Seperti sebuah imaji yang monoton, ini menggambarkan kegagalan pendidikan kita, sebab kita baru sekadar learning to know. Padahal kita tidak berhenti pada ranah itu saja kalau pendidikan kita ingin dianggap memajukan," tuturnya.

Learning to be, pembelajaran ini lebih mengarahkan keinginan siswa untuk menjadi seseorang, sesuai cita-citanya. Dengan menyampaikan peran-peran seseorang itu, anak-anak memilih dirinya akan menjadi sosok yang dicita-citakannya.

Jika sudah mencapai itu, learning to do akan mengarahkan siswa untuk tidak hanya belajar menjadi apa dan siapa, tetapi melakukan strategi mendalam dan mempelajari peran dan fungsinya di masyarakat atau learning to live together sesuai dengan karakter yang dimilikinya.

Dia menambahkan, jika keempat hal tersebut masuk ke dalam pendidikan kita, anak-anak tidak lagi sekadar belajar berhitung dan membaca, tetapi juga belajar menemukan karakternya.

"Misal, dompet saya jatuh, kemudian seorang anak menemukannya. Anak itu bisa berhitung dan tahu, ada berapa sih uang rupiah di dompet saya? Mereka tahu jumlahnya karena mereka belajar berhitung, tetapi belum tentu mereka berpikir akan melakukan apa, mengembalikan kepada siapa untuk dompet dan uang yang ditemukannya itu," tutur Imam.

"Karena itu, bukan cuma moral knowing yang perlu kita ketahui bersama, tetapi harus didukung juga dengan moral feeling/empaty, biar merasakan apa yang dirasakan seseorang saat kehilangan dompet, seperti pada kasus di atas tadi. Dan baru kemudian ada yang disebut moral action, yaitu ada tindakan yang harus dilakukan pada saat itu juga," jelasnya lagi.

sumber : Kompas.com

itu menurut sosiolog... Menurut kalian gimana ???
silahkan komentar.... 

Minggu, 21 Oktober 2012

"Spesies" awan Baru ditemukan



Kalangan amatir pengamat langit menemukan "spesies" awan baru. Awan itu kali pertama terlihat di Cedar Rapids, Iowa, Amerika Serikat, pada 2006. Selanjutnya, awan juga terlihat di Perancis, Norwegia, dan beberapa wilayah lain.
Organisasi Cloud Appreciation Society (CAS) yang berbasis di Inggris menamai awan tersebutUndulatus asperatus. CAS tengah mengajukan agar awan itu diakui kebaruannya oleh World Meteorological Organisation di Geneva dan dimasukkan dalam International Cloud Atlas.
Dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan resmi, CAS telah mengumpulkan banyak gambar awan tersebut serta melakukan penelitian yang kebanyakan dilakukan di Reading University.
Graeme Anderson, meteorolog dari Reading University, mengungkapkan bahwa Undulatus asperatusmirip dengan awan Mammatus. Perbedaannya adalah, Undulatus asperatus lebih bergelombang.
Gavin Pretor-Pinney, pendiri CAS, mengungkapkan bahwa Undulatus asperatus memang jenis awan baru. Ia menyatakan beberapa hasil penelitiannya di Royal Meteorological Society.
Pretor-Pinney seperti dikutip Daily Mail, Minggu (23/9/2012), mengatakan, "Awan ini lebih hangat, lembab, dan lebih dingin di bagian atas, udara yang lebih kering di bagian bawah dengan batasan yang jelas di antara keduanya."
Saat ini, pendukung CAS tengah berharap-harap cemas, menunggu apakah Undulatus asperatusmemang bisa diklasifikasikan sebagai awan baru. Studi pada awan tersebut terus dilakukan.
Jika awan itu dinyatakan sebagai jenis baru, maka CAS membuat prestasi penting. Undulatus asperatusakan menjadi jenis awan baru pertama yang ditemukan sejak Cirrus intortus pada tahun 1951.
"Mengamati awan adalah hal penting untuk mendokumentasikan efek pemanasan global di langit. Awan dapat memberikan jawaban tentang suhu dan perubahan iklim di tahun-tahun mendatang," kata Pretor-Pinney.
Saat ini, semakin banyak orang tertarik mengamati awan. Sebagai gambaran, anggota CAS sudah berjumlah 30.903 orang. Tahun depan, CAS akan meluncurkan aplikasi pengamatan awan yang memungkinkan pengguna berbagi potret dan lokasi terjadinya awan. Unggahan pengguna dapat digunakan untuk kegiatan penelitian.

Sumber: KOMPAS.com